Universitas Gadjah Mada akan mendorong terbentuknya komisi etik penelitian yang memiliki akreditasi dan bersertifikasi internasional. Komisi etik ini akan dikembangkan di setiap masing-masing rumpun ilmu yang ada di lingkungan UGM. “Tahun ini kita akan ajukan akreditasi komisi etik penelitian agar semakin terpercaya dan terstandar sehingga menjamin subjek penelitian dan para penelitinya,” kata Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM, drg. Ika Dewi Ana, M.Kes, Ph.D., dalam bincang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang bertajuk Prinsip Etik dalam Penelitian, Selasa (14/6).
Ika Dewi Ana menyebutkan saat ini komisi etik bidang Kedokteran dan Kesehatan telah mendapat sertifikasi. Untuk komisi etik bidang ilmu lainnya akan terus didorong untuk memperoleh akreditasi.
Bagi Ika Dewi Ana, adanya komisi etik yang sudah terakreditasi akan semakin mendorong para peneliti untuk mengedepankan etika dan integritas dalam setiap proses penelitian, kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dan publikasi. “Kita ingin penelitian dan pengabdian kita semakin hari semakin berkualitas dan bermanfaat bagi masyarakat. Tentu ini tidak lepas dari cara kita menyelenggarakan penelitian tersebut,” ungkapnya.
Ika mengakui memang tidak mudah menegakkan etika dan integritas dalam setiap penelitian sehingga diperlukan keberadaan komisi etik tersebut.
Dosen Fakultas Biologi, Dr. Bambang Retno Aji, menuturkan nilai etika, integritas, tanggung jawab, kejujuran sangat diperlukan dalam pelaksanaan penelitian dan publikasi. “Data penelitian harus bisa dipertanggungjawabkan tingkat orisinalitasnya untuk mendapatkan data itu. Lalu perlakukan terhadap objek seperti apa. Semua data tersebut harus tervalidasi,” jelasnya.
Disamping itu, tambahnya, peneliti diharuskan menjaga kerahasiaan penelitiannya serta memperhitungkan dampak penelitian bagi lingkungan terutama untuk penelitian sains. Penelitian pada modifikasi genetik untuk sebuah spesies atau mikroorganisme harus dijaga dengan ketat tingkat keterisolasiannya di laboratorium karena apabila dilepas sembarang bisa berdampak pada lingkungan. “Jika mikroorganisme itu ternyata tahan antibiotik atau hewannya bereproduksi, tentu berdampak signifikan pada lingkungan,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson