UGM Kembangkan Aplikasi TOMO Untuk Penanganan Tuberkulosis Resisten Obat

Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia. Dalam laporan WHO disebutkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

Berbagai upaya dilakukan untuk pencegahan penularan TB dan pengobatan pasien. Pengobatan TB tidak mudah karena membutuhkan proses enam bulan pengobatan. Selain itu, efek samping obat yang ditimbulkan membuat tidak sedikit pasien yang menyerah di tengah proses pengobatan dan mengalami TB resisten obat (TB RO). Sementara mengobati TB RO menjadi semakin tidak mudah, bisa berjalan selam 9-11 bulan untuk standar jangka pendek, bahkan 18-24 bulan untuk jangka panjang

Komitmen panjang pasien untuk minum 3-7 obat setiap harinya  dalam jangka waktu lama mendorong adanya pengawas menelan obat (PMO). Melihat kondisi tersebut Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM berinisiatif mengembangkan teknologi yang mempermudah komunikasi pengawasan dalam minum obat pasien TB berupa aplikasi mobile bernama TOMO (Tuberkulosis Monitoring).

“Inovasi berupa TOMO ini untuk mendukung keberhasilan penanganan  tuberkulosis resisten obat,” ungkap Direktur Pusat Kedokteran Tropis UGM, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., saat konferensi pers, Selasa (20/3) di Ruang Fortakgama UGM.

TOMO merupakan aplikasi seluler terpadu yang dikembangkan untukmeningkatkan kualitas dan efektivitas layanan tuberkulosis resisten obat. Aplikasi ini diharapkan mampu menjembatani kesinambungan layanan manajemen klinis TB. Selain itu, TOMO bisa menjadi medium untuk mempercepat penanganan efek samping yang dialami pasien TB RO.

Riris berharap kemudahan yang ditawarkan aplikasi ini diharapkan bisa mengurangi kemungkinan pasien berhenti pengobatan sehingga menekan kemungkinan resistensi obat yang lebih luas.

“TOMO berpotensi besar membantu pasien TB RO dalam menyelesaikan pengobatan mereka karena didesain  sesuai kebutuhan pasien dan PMO,” jelasnya.

Terdapat dua aplikasi TOMO yakni TOMO bagi pasien beserta keluarga dan TOMO CM untuk tenaga kesehatan. Fitur pada kedua aplikasi tersebut memiliki perbedaan sesuai peran masing-masing. TOMO untuk pasien menitikberatkan fitur mengirimkan informasi telah meminum obat, fitur pengingat otomatis minum obat, fitur menyampaikan keluhan yang dialami, dan dilengkapi informasi edukatif untuk pasien.

Sementara TOMO CM mempermudah case manager dan pihak puskesmas untuk merespons keluhan pasien, mengatur jadwal kunjungan pasien, dan memvalidasi informasi minum obat pasien setiap harinya. Disamping itu, mempermudah tenaga ahli klinis untuk mengobservasi keluhan pasien secara real time,  melihat jadwal kontrol rutin pasien, serta memberikan rangkuman informasi minum obat dan keluhan pasien.

Aplikasi TOMO telah diimplementasikan di tiga rumah sakit yaitu RSUD dr. Moewardi, RSUP Surakarta, dan RS Paru Respira sejak tahun 2021. Penggunaanya telah tersebar di 11 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Di Jawa Tengah ada 53 pasien dan 23 puskesmas dari delapan kabupaten yang telah menjadi pengguna aktif TOMO.

Kehadiran aplikasi ini mendapatkan respons positif dari pasien/keluarga pasien dan tenaga kesehatan. Dari survei yang telah dilakukan tim PKT UGM kepada pengguna TOMO diketahui tingkat kepuasan  pengguna hampir sempurna (95,5%) dan sebagian besar pengguna (68,2%) akan merekomendasikan TOMO ke orang lain. Lalu, aplikasi ini dinilai berhasil menjembatani pasien dengan tenaga kesehatan dengan hampir seluruh keluhan efek samping pasien (99%) mendapatkan tanggapan tenaga kesehatan sekitar 22 menit setelah keluhan diterima.

Riris menjelaskan kedepan TOMO akan terus dikembangan dan diperluas penggunaannya. Dalam waktu dekat, akan disusun Application Programming Interface bersama Digital Transformation Office Kemenkes. Pengembangan akan berfokus untuk mengintegrasikan data RS rujukan TB dan puskesmas untuk mencapai perawatan kolaboratif pasien TB RO.

Penulis: Ika

Foto: Donnie

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Accessibility Toolbar