UGM menyatakan komitmennya dalam upaya mendukung mitigasi perubahan iklim akibat pemanasan global karena emisi gas rumah kaca. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Rektor UGM Bidang Pendidikan, Pengajaran dan Kemahasiswaan, Prof. Dr.Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., dalam acara Sosialisasi Indonesia’s Forest and Other Land Use Net Sink (IFNET) 2030 yang berlangsung di Balai Senat UGM, Senin (27/6).
“UGM dengan 280 prodi yang dimiliki akan mendukung penuh aksi mitigasi perubahan iklim dalam bidang kehutanan dan area penggunaan lain,” tegasnya.
Beberapa langkah strategis yang dilakukan antara lain dengan pengembangan pendidikan lingkungan, pengembangan ruang terbuka hijau, pengembangan pertanian cerdas untuk penghitungan emisi gas rumah kaca di lahan pertanian, serta pengembangan teknik rehabilitasi hutan untuk peningkatan serapan karbon. Berikutnya, pengembangan teknologi reporting and verification di bidang penurunan emisi dan serapan karbon.
Sosialisasi IFNET 2030 digelar oleh Kementerian LHK bersama dengan Forum Pimpinan Lembaga Perguruan Tinggi Kehutanan Indoensia (FOReTIKA). Sosialisasi dilakukan secara berseri dan meliputi Regional Sumatera; Regional Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah; Regional Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara; Regional Kalimantan; Regional Sulawesi; dan Regional Maluku serta Papua. Sosialisasi ini dimaksudkan untuk menyampaikan kebijakan, strategi, dan rencana untuk implementasi rencana aksi mitigasi sektor kehutanan dan perubahan lahan yang mengacu pada target penurunan emisi gas rumah kaca sampai dengan tahun 2030 kepada seluruh masyarakat Indonesia secara langsung maupun melalui stakeholder terkait.
Djagal menyambut baik upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian LHK yang terus mendorong kegiatan mitigasi perubahan iklim dan pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca 2030. Indonesia dalam Paris Agreement telah berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 dalam. Komitmen tersebut diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia pada tahun 2016 dengan ditetapkannya target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario business as usual (BAU) di tahun 2030.
Djagal mengatakan Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 merupakan komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor FOLU untuk pengendalian perubahan iklim. Dari sektor FOLU diproyeksikan bisa berkontribusi hingga 60 persen dari total target penurunan emisi gas rumah kaca. Hal tersbeut menunjuukkan bahwa sektor kehutanan memiliki peran strategis dalam penurunan emisi gas rumah kaca dan menjadi bagian penting dalam agenda pengendalian perubahan iklim.
“Perubahan iklim merupakan persoalan yang kompleks. Karenanya keberhasilan FOLU Net Sink 2030 tergantung dari kerja sama antar pihak di Indonesia dan internasional yang berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” terangnya.
Melalui kegiatan sosialisasi IFNET 2030 menjadi langkah awal dari pelaksanaan FOLU Net Sink 2030 yang akan memberikan gambaran jelas terkait target, status, dan peta jalan pelaksanaan program sehingga memberikan pemahaman bersama terkait upaya pengendalian emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan dan area penggunaan lain.
“Dalam kegiatan ini juga menghadirkan pakar dan akademisi yang akan membahas strategi terukur dalam pencapaian FOLU Net Sink 2030. UGM akan mendukung penuh aksi mitigasi perubahan iklim dalam bidang FOLU,”terangnya.
Melalui momentum ini, ia berharap bisa dijadikan landasan awal untuk bertransfomasi kearah Indonesia yang mandiri dan berdaulat dalam berbagai bidang kehidupan khususnya mitigasi perubahan iklim.
“Dengan sumber daya yang dimiliki bisa bersinergi dan berkonvergensi untuk melakukan aksi mitigasi perubahan iklim sehingga implementasi Indonesia FOLU Net Sink 2030 bisa sesuai target dan kita semua dapat berkontribusi dalam penyelamatan bumi di masa depan,” ucapnya.
Gelaran sosialisasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 telah berlangsung di Bogor dan Medan beberapa waktu lalu. Setelah sosialisasi di Yogyakarta, berikutnya akan dilakukan sosialisasi di Manokwari, Makasar, dan Banjarbaru.
Sebelumnya, Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan selaku Ketua Harian I Tim Kerja IFNET 2030, Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, mengatakan bahwa sumber emisi gas rumah kaca terbesar di Indonesia berasal dari sektor kehutanan. Sekitar 80 persen emisi gas rumah kaca di tanah air berasal dari aktivitas konversi hutan menjadi non hutan. Oleh sebab itu, peran sektor kehutanan menjadi signifikan dalam upaya mempertahankan hutan dan menahan laju deforestasi.
Selain menjadi sumber emisi gas rumah kaca, sektor kehutanan dan perubahan lahan lainnya juga menjadi penyerap emisi gas rumah kaca. Melalui implementasi rencana operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ditargetkan bisa tercapai tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e di tahun 2030. Hal ini mendukung net zero emission sektor kehutanan dan memenuhi NDC yang menjadi kewajiban nasional Indonesia sebagai bentuk kontribusi bagi agenda perubahan iklim global.
Lebih lanjut ia menyampaikan potensi sektor lahan di Indonesia dalam penyerapan emisi gas rumah kaca. Dari sektor kehutanan Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 120,6 juta hektare. Ditambah dengan kawasan berpenutupan hutan sebesar 95 juta hektare dan non hutan 31 juta hektare. Berikutnya, dari pertanian dan perubahan lahan lainnya sebanyak 67 juta hektare area di luar Kawasan hutan (APL) dan 61,9 juta hektare non hutan.
“Target di 2030 bisa -140 juta ton emisi CO2 sehingga pada tahun 2060 bisa mencapai net sink untuk semua sektor di Indonesia,” jelasnya.
Ruandha berharap melalui program sosialisasi ini bisa mendapatkan masukan dan dukungan dari akademisi, mitra, LSM, dan masyarakat luas dalam upaya pengendalian iklim.
Penulis: Ika
Foto: Firsto